Rabu, 14 Desember 2011

BATIK SUMATERA


Meskipun tidak sepopuler di Jawa, Sumatera memang memiliki beraneka corak dan motif batik yang memiliki keunikan sendiri. Hampir di setiap propinsi di sumatera memiliki motif dan corak batik sendiri, mulai dari Batik Lampung, Batik Palembang, Batik Riau, Batik Tanah Liek Sumatera Barat, Batik Besurek Bengkulu, hingga Batik Jambi. Untuk mengetahui apa dan bagaimana ragam batik tersebut saya akan coba berbagi sedikit mengenai tiap-tiap batik.

Batik Lampung memiliki keunikan tersendiri yang sangat berbeda dengan motif wilayah lain yang ada di indonesia, merunut sejarah Lampung mulai mengenal seni tekstil sejak abad ke 18 bertepatan dengan masuknya pengaruh kebudayaan India yang mulai masuk ke perairan Sumatera sehingga pengaruh motif-motif Budha sangat kental di dalamnya. Motif yang paling terkenal dan menjadi rebutan para kolektor asing adalah motif perahu dan “pohon kehidupan” dua motif ini menjadi sangat khas bagi kebudayaan Lampung dan merupakan trade mark Lampung di mata dunia internasional.

Motif-motif tersebut biasanya dikenal pada kain Tampan, Palepai dan Tatibin. dan para pengrajin yang terkenal diLampung dulunya banyak berasal dari seputar perairan Kalianda dan Krui mereka disebut juga dengan sebutan orang Paminggir, Krui, Abung dan orang pesisir.









Dari karya-karya mereka inilah Kain-kain Lampung beredar ke segala penjuru dunia dan bahkan karya-karya mereka yang dibuat pada abad ke-18 dan abad ke-19 sudah berada di musium-musium international sebagai koleksi budaya seperti di Australia, Amerika, Hawaii dan masih banyak para kolektor dari negara-negara lain yang memiliki situs warisan nenek moyang Lampung ini.

Berangkat dari rasa memiliki dan kecintaan terhadap budaya sendiri, kami berinisiatif mengangkat kembali situs-situs peninggalan motif Lampung yang sudah melegenda tersebut, yang biasanya terdapat pada kain Tapis, Palepai, Tampan maupun Tatibin untuk dituangkan kedalam corak Batik. Bagaimanapun juga Batik maupun Tapis adalah merupakan sisa peninggalan budaya yang diturunkan secara turun temurun selama ratusan tahun yang silam yang patut dilestarikan.

Seiring dengan bergesernya budaya dari budaya lama menuju budaya modern, segi teknik, pen-desain-an maupun proses pembuatannyapun sudah jauh lebih maju dari ratusan tahun yang lalu.

Kami coba mengangkat Batik Lampung dengan mengikuti perkembangan jaman saat ini, dengan tampilan batik yang kontemporer terutama dari pemilihan unsur warna dan padupadan motif Lampung yang kuat sehingga tetap tidak mengurangi esensi dari makna-makna motif yang terkandung dalam batik itu sendiri.

Dengan adanya pembaharuan Batik Lampung Kontemporer rasa kebanggaan terhadap budaya Lampung ini bisa di rasakan bagi pemakainya dan menjadikan ciri khas/identitas tersendiri.

Batik Palembang, dalam sejarahnya batik Palembang memang berasal dari Jawa sekitar 100 tahun yang lalu dengan motif yang telah mengalami adaptasi dengan budaya Palembang. Adapun motif batik Palembang di antaranya adalah kembang jepri, lasem, sisik ikan, gribik, encim, kembang, bakung, kerak mutung, sembagi, dan salahi. Selain motif diatas, terdapat motif baru yang sangat khas nuansa Palembangnya yaitu batik songket, yang memadukan motif songket kedalam kain batik.








Batik Riau, berdasarkan jejaknya batik Riau sudah ada sejak zaman Kerajaan Daek Lingga dan Kerajaan Siak dengan warna khas melayu yaitu kuning atau perak dan menggunakan tehnik cap. Awalnya batik ini hanya berkembang dikalangan kerajaan dan sempat tenggelam sekian lama. Baru pada sekitar tahun 1985, pemerintah daerah mengambil inisiatif untuk mengembangkan kembali batik khas Riau. Dari pengembangan motif tradisional yang ada diciptakan motif baru yang tak lari dari akarnya yaitu antara lain: Bungo Kesumbo, Bunga Tanjung, Bunga Cempaka, Bunga Matahari Kaluk Berlapis, dll. Umumnya motif diatas memiliki benang merah yaitu berbentuk garis memanjang seperti tabir. Karena motif yang seperti tabir itulah sehingga Batik Riau juga sering dibilang sebagai Batik Tabir.





Batik Tanah Liek Sumatera Barat, disebut batik tanah liek karena salah satu pewarnanya adalah tanak liek atau tanah liat. Selain tanah liek sumber pewarna lain untuk batik ini adalah kulit jengkol, kulit rambutan, gambir, kulit mahoni, daun jerame dan masih banyak akar-akar lainnya yang juga digunakan. Menurut sejarahnya batik tanah Liek berasal dari Cina yang dibawa oleh pedagang Cina dan hanya dibuat oleh beberapa pengrajin di tanah datar. Seperti juga batik Riau, batik tanah Liek juga sempat mengalami mati suri yang cukup lama, baru pada sekitar tahun 1990-an batik ini mulai kembali muncul setelah Wirda Hanim mencoba menggiatkan kembali batik Tanah Liek ini. Meskipun batik tanah liek sudah mulai kembali muncul ke permukaan, akan tetapi perkembangannya bisa dikatakan belumlah pesat, bahkan tidak sedikit orang minang, khususnya orang minang yang sudah lahir dan besar di perantauan yang tidak mengetahui tentang batik nenek moyangnya.




Batik Besurek Bengkulu, disebut batik besurek karena motifnya menyerupai kaligrafi huruf arab. Di beberapa kain, terutama untuk upacara adat, kain ini memang bertuliskan huruf Arab yang bisa dibaca. Tetapi, sebagian besar hanya berupa hiasan mirip huruf Arab. Selain motif kaligrafi, batik besurek Bengkulu juga memiliki motif lain seperti motif bunga raflesia, motif burung kuau, motif relung paku, motif rembulan, dan banyak lagi. Dilihat dari motifnya, maka batik besurek dapat dikatakan memiliki karakter dan motif yang khas dan sangat unik dibandingkan Batik lain di Indonesia yang hanya dapat dijumpai di Bengkulu. Sayang jika kita mencoba melacak mengenai asal muasal batik besurek ini, kita akan mengalami kesulitan untuk menemui literatur mengenai sejarah batik besurek. Dan juga disayangkan, karena kurang dilestarikan, jumlah pengrajin batik besurek juga terus mengalami penurunan dari waktu ke waktu.






Batik Jambi, diantara semua jenis batik khas Sumatera, batik Jambi bisa dikatakan merupakan batik yang paling populer baik di ‘rumah’ sendiri maupun di luar propinsi Jambi. Menurut beberapa literatur, konon sekitar tahun 1857, Batik Jambi dibawa oleh keluarga Haji Muhibat dari Jawa Tengah. Sesuai perkembangan zaman, Batik Jambi telah memiliki kekhasan tersendiri dan dikembangkan oleh keluarga raja-raja Melayu Jambi, dimana setiap kerajaan memiliki motif tersendiri. Sehingga tidaklah mengherankan kalau sekarang tiap kabupaten memiliki motif tersendiri yang menambah keragaman dan keunikan motif batik Jambi. Dimana jika dilihat motifnya, terdapat lebih dari 100 jenis motif batik Jambi, seperti anca, kapal sanggat, duren pecah, sawit, perahu pencalang, karet, nagosari, burung punai, rotan, tampuk manggis, riang-riang, patola, dan lainnya. Beberapa literatur juga menyebutkan, kalau sejak tahun 1928 batik jambi sudah dikenal oleh dunia luar. Diprakarsai oleh Tuan Tassilo Adam, seorang etnolog dan fotografer, yang mengenalkan batik Jambi untuk pertama kali kepada Departemen Etnologi Institut Kolonial di Amsterdam. Pewarnaan batik Jambi diambil dari antara lain, kulit kayu bergetah dan daun jambu, daun mengkudu, serta daun mangga yang direbus dan memanfaatkan kulit kayu jelutung, kulit kayu bulian, kayu lempato, dan kulit kayu merbau, yang didapat dari hutan di Jambi. Untuk mencari Batik Jambi di Propinsi Jambi jauh lebih mudah dibandingkan mencari batik sumatera lainnya di propinsi masing-masing, karena banyaknya pengrajin Batik Jambi dan begitu membudayanya batik jambi di masyarakat Jambi.






Mungkin masih ada motif batik lain di Sumatera yang belum saya ketahui. Akan tetapi dari beberapa motif diatas, ternyata Batik Sumatera juga tidak kalah unik dan cukup eksotis bukan?

Sudah menjadi kewajiban kita untuk ikut menjaga dan melestarikan budaya bangsa, apalagi ini budaya yang sudah diakui dunia. Jika anda peduli dan ingin eksotisme batik Sumatera tetap terjaga anda juga dapat membantu melestarikan. Cara yang paling mudah adalah dengan berbagi info mengenai batik sumatera, sedangkan cara lain yang menurut saya lebih efektif adalah dengan membeli produk batik tersebut dan mengajak orang lain untuk membeli produk batik tersebut. Jika bukan anak bangsa yang melestarikan, siapa lagi? 

sumber : FachrudinBlog /  blog / Google.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar